balaghoh

kumpulan makalah balaghoh

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Minggu, 18 April 2010

fashol

Diposting oleh Unknown

FASHOL
I. Pendahuluan
Mengingat permasalahan kosa kata yang dihadapi seseorang untuk menterjemahkan atau memahami penjelasan yang ada pada kitab salaf tentunya seseorang tidak lepas dari ilmu-ilmu alat (nahwu, shorof, balaghoh dan sebagainya). Semua ilmu ini saling terkait dan mendukung satu sama lain. Sedangkan dalam ilmu balaghoh itu terdiri dari 3 cabang ilmu, yaitu ma’ani, bayan, badi’.
Untuk makalah ini, kami sebagai pemakalah akan menyajikan sedikit tentang cabang ilmu balaghoh, yakni pembagian dari ilmu ma’ani yang membahas mengenai fashol.

II. Rumusan Masalah
A. Devinisi Fashol
B. Tempat-tempat Fashol
III.Pembahasan
A. Devinisi Fashol
Pengertian fasol menurut bahasa ialah : putus atau pisah,
sedangkan Fahsol menurut istilah ialah:
ترك عطف جملة على أخرى
Tidak mengatafkan kalimat jumlah kepada lainnya.
لا يطلبن بألة لك حاجة؛ قلم البليغ بغير حظ معزل
Artinya, jangan sekali-kali kau mencari kebutuhan dengan salah satu alatmu, pena seorang yang baligh tanpa ada nasib baik menjadi alat pemintal.
        
Artinya, Allah mengatur urusan (makhluknya) menjelaskan tanda-tanda (kebesarannya) supaya kamu meyakini pertemuan-(mu) dengan Tuhanmu (QS. Ar-Ra’d : 2)
Dalam kedua contoh diatas bahwa disitu tidak ada athaf dan tidak berkesinambung kalimat satu dengan yang lainnya tapi ada tujuan atau maksudnya.
B. Tempat-tempat Fashal
1. Bila diantara kedua kalimat tersebut terdapat kesatuan yang sempurna, seperti halnya kalimat kedua, merupakan taukid (penguat) bagi kalimat pertama, atau sebagai penjelasan (bayan) atau pengganti (badal), dalam keadaan yang demikian dikatakan bahwa diantara kedua kalimat terdapat kesinambungan yang sempurna (كمال الاتصال)
يا صاحب الدنيا العجب لها ؛ أنت الذى لا ينقضى تعبه
Artinya : Wahai pemilik harta yang mencintainya, engkau adalah orang yang tidak akan habis kepanyahannya.
Kalimat kedua itu difasalkan (diputuskan) dengan kalimat pertama karena ada kaitan dan kesatuan yang sempurna oleh karena itu dikatakan fasal terdapat kesinambungan yang sempurna (الفصل باتصال الكمال).
Kalimah jumlah yang kedua seolah-olah badal dari yang pertama dengan bermacam-macam badalnya, sebagai berikut :
a. Yang sederajat dengan badal muthobiq, seperti :
فوسوس إليه الشيطان قال يا أدم
Jumlah قال يا أدم itulah waswas syaiton.
b. Yang sederajat dengan badal-ba’di, seperti :
امدكم بما تعلمون امدكم بأنعاك... الخ
Lafadz بما تعلمون bersifat umum, lafadz بأنعام وبنين... الخ sebagiannya.

c. Yang sederajat dengan badal-isytimal, seperti :
أقول له ارحل لا تقيمن عندنا
Kataku : pergilah kamu ! jangan tinggal pada kami.
Lafadz لا تقيمن عندنا , badal isytimal dari ارحل.
2. Bila diantara kedua terdapat perbedaan yang sangat jauh seperti keduanya berbeda khabar dan insya’nya (كمال الانقطاع) atau disebut juga sempurnanya putus.
وإنما المرء بأصغريه : كل امرئ رهن بما لديه
Artinya : Sesungguhnya setiap orang hanya tergantung kepada dua benda kecil miliknya (hati dan mulut). Setiap orang dibalas dengan apa yang telah dilakukan.
Maksudnya kalimat kedua tidak ada kesinambungan yang sempurna akan tetapi terputus kesinambungannya dengan kalimat pertama.
Tidak sama hukumnya kalimah jumlah yang kedua dengan yang pertama, seperti :
وإذا خلوا إلى شياطينهم قالوا إنما نحن مستهزئون, الله يستهزئ بهم.
Tidak diathafkan الله يستهزئ kepada kalimah sebelumnya, sebab hukumnya berbeda.
Berbeda antara kalam khobari dan tholab, seperti :
قال رائدهم ارسوا نوازلها
Berkata mata-mata mereka : Tinggallah kamu sekalian disini! Kami yang akan menghelanya.
3. Bila kalimat kedua merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari pemahaman terhadap kalimat pertama, dalam keadaan ini dikatakan juga kemiripan kesinambungan yang sempurna.
ليس الحجاب بمقص عنك لى أملا #
إن السماء ترجى حين تحتجب
Artinya : Penghalang itu tidak menjauhkan cita-cita untuk mendapatkan kamu, sesungguhnya langit itu diharap-harapkan hujannya ketika ia terhalangi mendung.
Kalimat kedua memiliki hubungan yang sangat erat dengan kalimat pertama karena merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari kalimat pertama. Jadi setelah membaca syatar pertama dari syairnya itu seakan bertanya apa yang menjadi penghalang kemudian di syathah, kedua dijawab yaitu mendung, dikatakan juga (شبه كمال الاتصال).
Niyat / mentakdirkan pertanyaan, seperti :
ولا تخاطبنى فى الذين ظلموا إنهم مغرقون
Jangan berdoa kamu kepada-Ku mengenai orang-orang yang zalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
4. Sesuai dengan jumlahnya, yang disahkan diadakan athaf kepada salah satu karena adanya keserasian, contoh :
ونظر سلمى أننى أبغى بها بدلا أراها فى الضلال تهيم
Jumlah أراها sah menyambung pada تظر akan tetapi dicegah dari ini menyambung pada jumlah أبغى maka adanya jumlah yang ketiga dalam ini juga penyerupaan sempurnanya putus (شبه كمال الانقطاع)
Dengan diathafkan khawatir menyalahi tujuan, seperti :
وتظن سلمى أننى ابغى بها بدلا اراها فى الضلال تهيم
Artinya : Menyangka nyonya Salma bahwa sesungguhnya aku mencuri pengganti daripadanya. Aku menyangka dia dalam kesesatan lagi dalam kesusahan.
5. Tidak ada penyamaan pada kedua jumlah dalam satu hukum karena adanya pencegah seperti contoh :
وإذا خلوا إلى شياطينهم قالوا إن معكم إنما نحن مستهزئون. الله يستهزئ بهم
Jumlah الله يستهزئ بهم itu tidak sah dihubungkan pada إنا معكم karena tujuan dari ucapan mereka, juga tidak pada jumlahnya, mereka berkata untuk tujuan bahwa استهزاء الله بهم itu ditasydid dengan خلوا إلى شياطينهم dikatakan juga pada 2 jumlah tersebut dalam tempat ini penengah pada jumlah.
Tidak ada jihat jami antara kedua kelimah jumlah itu, seperti :
إجلس هنا قم هناك, زيد عالم بكر جالس
Lain halnya dengan :
زيد عالم وبكر جاهل
Jihat jami’nya : tadod / berlawanan

IV. Kesimpulan
dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa devinisi fashol adalah : Tidak mengatafkan kalimat jumlah kepada lainnya. Sedangkan tempat-tempat fashol ada 5 yang mana penjelasannya sudah dipaparkan di atas.



DAFTAR PUSTAKA
Imam Akhdhori, Jawahirul Maknun, (Surabaya: Al-Hidayah)

Al-Jarimi wal Musthofa Usman, Al-Balaghoh Al-Wadhihah, (sinar Baru Algesindo)

0 komentar:

Posting Komentar