balaghoh

kumpulan makalah balaghoh

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Minggu, 18 April 2010

musawah

Diposting oleh Unknown

Al-MUSAWAH
I. PENDAHULUAN
Dalam ilmu bahasa sastra mesti mengenal yang namanya keindahan dalam kata dan ini adalah bagian dalam sastra yang membahas kosa kata dan akan menjadi indah

II. RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian Al-musawah
B. Ruang lingkup Al-musawah

III. PEMBAHASAN
Pengertian Al-musawah adalah: Menyesuaikan makna pada lafadz dan menyesuaikan lafadz pada makna dan tidak ada tambahan sama sekali.
Contohnya: قال تعالي: وما تقدموالآنفسكم من خير تجدوه عندالله
Artinya: dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan untuk dirmu,tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi ALLAH
Contoh:وقال النابغة الذبياني :
فاإنك كالليل الذي هو مدركي# وان خلت آن المنتآي عنك واسع
Artinya: Sesungguhnya kamu itu seperti malam yang dapat mengejarku sekalpun engkau menduga bahwa menghindar darimu banyak tempat yang luas.
Ruang lingkup:
Dalam Al-musawah di sini sangat jelas bahwa suatu kata tersebut tidak ada penambahan sama sekali ataupun pengurangan dalam kata atau menggunakan kalimat seringkas-ringkasnya,dengan panjang lebar,dan sedang-sedang saja,sesuai dengan keadaan sang mukhottob dan situasi penbicaraannya.Bila kita perhatikan contoh-contoh di atas,kita dapatkan bahwa kata-katanya di susun sesuai makna yang di kehendaki dan seandanya kita tambhi satu kata saja,niscanya tampak kelibihan itu ada,dan bila kita kurangi satu kata saja,niscanya akan mengurangi maknanya.

III. KESIMPULAN
Sangat jelas bahwa Al-musawah itu tidak ada sama sekali penambahan apapun dan pengurangan apapun dalam suatu pembuatan kata atau kata-kata.

IV. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami susun, kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesempurnaan dari makalah ini. Demi kesempurnaan makalah selanjutnya kami Sebagai pemakalah meminta kritik dan saran yang membangun dari teman-tenan semua. Mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin………..



DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ali aljarimi,Albalaghah alwadhakh,Mesir:PT AL-Ma’arif,1982.

Akhdhori,Imam,jauhar al Maknun(terj.Moch.Anwar),PT:AL-Ma’arif,1979.

Bek Nashif,Khufni,dkk,Quwaid al-lughoh al-arabiyah,Semarang:Pustaka Alawiyah.

fashol

Diposting oleh Unknown

FASHOL
I. Pendahuluan
Mengingat permasalahan kosa kata yang dihadapi seseorang untuk menterjemahkan atau memahami penjelasan yang ada pada kitab salaf tentunya seseorang tidak lepas dari ilmu-ilmu alat (nahwu, shorof, balaghoh dan sebagainya). Semua ilmu ini saling terkait dan mendukung satu sama lain. Sedangkan dalam ilmu balaghoh itu terdiri dari 3 cabang ilmu, yaitu ma’ani, bayan, badi’.
Untuk makalah ini, kami sebagai pemakalah akan menyajikan sedikit tentang cabang ilmu balaghoh, yakni pembagian dari ilmu ma’ani yang membahas mengenai fashol.

II. Rumusan Masalah
A. Devinisi Fashol
B. Tempat-tempat Fashol
III.Pembahasan
A. Devinisi Fashol
Pengertian fasol menurut bahasa ialah : putus atau pisah,
sedangkan Fahsol menurut istilah ialah:
ترك عطف جملة على أخرى
Tidak mengatafkan kalimat jumlah kepada lainnya.
لا يطلبن بألة لك حاجة؛ قلم البليغ بغير حظ معزل
Artinya, jangan sekali-kali kau mencari kebutuhan dengan salah satu alatmu, pena seorang yang baligh tanpa ada nasib baik menjadi alat pemintal.
        
Artinya, Allah mengatur urusan (makhluknya) menjelaskan tanda-tanda (kebesarannya) supaya kamu meyakini pertemuan-(mu) dengan Tuhanmu (QS. Ar-Ra’d : 2)
Dalam kedua contoh diatas bahwa disitu tidak ada athaf dan tidak berkesinambung kalimat satu dengan yang lainnya tapi ada tujuan atau maksudnya.
B. Tempat-tempat Fashal
1. Bila diantara kedua kalimat tersebut terdapat kesatuan yang sempurna, seperti halnya kalimat kedua, merupakan taukid (penguat) bagi kalimat pertama, atau sebagai penjelasan (bayan) atau pengganti (badal), dalam keadaan yang demikian dikatakan bahwa diantara kedua kalimat terdapat kesinambungan yang sempurna (كمال الاتصال)
يا صاحب الدنيا العجب لها ؛ أنت الذى لا ينقضى تعبه
Artinya : Wahai pemilik harta yang mencintainya, engkau adalah orang yang tidak akan habis kepanyahannya.
Kalimat kedua itu difasalkan (diputuskan) dengan kalimat pertama karena ada kaitan dan kesatuan yang sempurna oleh karena itu dikatakan fasal terdapat kesinambungan yang sempurna (الفصل باتصال الكمال).
Kalimah jumlah yang kedua seolah-olah badal dari yang pertama dengan bermacam-macam badalnya, sebagai berikut :
a. Yang sederajat dengan badal muthobiq, seperti :
فوسوس إليه الشيطان قال يا أدم
Jumlah قال يا أدم itulah waswas syaiton.
b. Yang sederajat dengan badal-ba’di, seperti :
امدكم بما تعلمون امدكم بأنعاك... الخ
Lafadz بما تعلمون bersifat umum, lafadz بأنعام وبنين... الخ sebagiannya.

c. Yang sederajat dengan badal-isytimal, seperti :
أقول له ارحل لا تقيمن عندنا
Kataku : pergilah kamu ! jangan tinggal pada kami.
Lafadz لا تقيمن عندنا , badal isytimal dari ارحل.
2. Bila diantara kedua terdapat perbedaan yang sangat jauh seperti keduanya berbeda khabar dan insya’nya (كمال الانقطاع) atau disebut juga sempurnanya putus.
وإنما المرء بأصغريه : كل امرئ رهن بما لديه
Artinya : Sesungguhnya setiap orang hanya tergantung kepada dua benda kecil miliknya (hati dan mulut). Setiap orang dibalas dengan apa yang telah dilakukan.
Maksudnya kalimat kedua tidak ada kesinambungan yang sempurna akan tetapi terputus kesinambungannya dengan kalimat pertama.
Tidak sama hukumnya kalimah jumlah yang kedua dengan yang pertama, seperti :
وإذا خلوا إلى شياطينهم قالوا إنما نحن مستهزئون, الله يستهزئ بهم.
Tidak diathafkan الله يستهزئ kepada kalimah sebelumnya, sebab hukumnya berbeda.
Berbeda antara kalam khobari dan tholab, seperti :
قال رائدهم ارسوا نوازلها
Berkata mata-mata mereka : Tinggallah kamu sekalian disini! Kami yang akan menghelanya.
3. Bila kalimat kedua merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari pemahaman terhadap kalimat pertama, dalam keadaan ini dikatakan juga kemiripan kesinambungan yang sempurna.
ليس الحجاب بمقص عنك لى أملا #
إن السماء ترجى حين تحتجب
Artinya : Penghalang itu tidak menjauhkan cita-cita untuk mendapatkan kamu, sesungguhnya langit itu diharap-harapkan hujannya ketika ia terhalangi mendung.
Kalimat kedua memiliki hubungan yang sangat erat dengan kalimat pertama karena merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari kalimat pertama. Jadi setelah membaca syatar pertama dari syairnya itu seakan bertanya apa yang menjadi penghalang kemudian di syathah, kedua dijawab yaitu mendung, dikatakan juga (شبه كمال الاتصال).
Niyat / mentakdirkan pertanyaan, seperti :
ولا تخاطبنى فى الذين ظلموا إنهم مغرقون
Jangan berdoa kamu kepada-Ku mengenai orang-orang yang zalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
4. Sesuai dengan jumlahnya, yang disahkan diadakan athaf kepada salah satu karena adanya keserasian, contoh :
ونظر سلمى أننى أبغى بها بدلا أراها فى الضلال تهيم
Jumlah أراها sah menyambung pada تظر akan tetapi dicegah dari ini menyambung pada jumlah أبغى maka adanya jumlah yang ketiga dalam ini juga penyerupaan sempurnanya putus (شبه كمال الانقطاع)
Dengan diathafkan khawatir menyalahi tujuan, seperti :
وتظن سلمى أننى ابغى بها بدلا اراها فى الضلال تهيم
Artinya : Menyangka nyonya Salma bahwa sesungguhnya aku mencuri pengganti daripadanya. Aku menyangka dia dalam kesesatan lagi dalam kesusahan.
5. Tidak ada penyamaan pada kedua jumlah dalam satu hukum karena adanya pencegah seperti contoh :
وإذا خلوا إلى شياطينهم قالوا إن معكم إنما نحن مستهزئون. الله يستهزئ بهم
Jumlah الله يستهزئ بهم itu tidak sah dihubungkan pada إنا معكم karena tujuan dari ucapan mereka, juga tidak pada jumlahnya, mereka berkata untuk tujuan bahwa استهزاء الله بهم itu ditasydid dengan خلوا إلى شياطينهم dikatakan juga pada 2 jumlah tersebut dalam tempat ini penengah pada jumlah.
Tidak ada jihat jami antara kedua kelimah jumlah itu, seperti :
إجلس هنا قم هناك, زيد عالم بكر جالس
Lain halnya dengan :
زيد عالم وبكر جاهل
Jihat jami’nya : tadod / berlawanan

IV. Kesimpulan
dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa devinisi fashol adalah : Tidak mengatafkan kalimat jumlah kepada lainnya. Sedangkan tempat-tempat fashol ada 5 yang mana penjelasannya sudah dipaparkan di atas.



DAFTAR PUSTAKA
Imam Akhdhori, Jawahirul Maknun, (Surabaya: Al-Hidayah)

Al-Jarimi wal Musthofa Usman, Al-Balaghoh Al-Wadhihah, (sinar Baru Algesindo)

at-ta'khir

Diposting oleh Unknown

AT-TA’KHIR (Mengakhirkan Musnad ileh)
I. PENDAHULUAN
Mengingat permasalahan-persalahan kosa kata yang dihadapi seseorang untuk menerjemahkan atau memahami penjelasan yang ada dalam kitab salaf tentunya seseorang tidak lepas dari ilmu-ilmu alat (nahwu, shorof, balaghoh, manteq dll). Semua ilmu ini saling terkait atau mendukung satu sama lain. Adapun ilmu balaghoh itu sendiri terdiri dari 3 cabang ilmu, yaitu ma’ani bayan, badhi’.
Untuk kali ini kami sebagai pemakalah kurang lebihnya akan menyajikan berbagai macam penejelasan cabang dari ilmu balaghoh, yaitu ilmu ma’ani. Sedangkan di dalam makalah ini kami lebih memfokuskan pada tatanan kalimat pada suatu kalam yang bisa dikatakan menyimpang dari tatanan atau susunan aslinya, yakni mendahulukan musnad ileh dan mengakhirkan musnadnya.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian at-Ta’khir
B. Tujuan-tujuan Mengakhirkan Musnad ileh

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian at-Ta’khir
Agar bisa dipahami tentunya terlebih dahulu kita mengetahui jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah dan sebagainya. Jumlah ismiyah terdiri dari mubta’ dan khobar sedangkan jumlah fi’liyah terdiri dari fi’il dan fa’il. Mubtada’ dalam ilmu balaghoh disebut dengan musnad ileh dan khobarnya disebut dengan musnad. Adapun fi’il dalam ilmu balaghoh disebut dengan musnad sedangkan fa’ilnya disebut dengan musnad ileh. Kalau sudah bisa diketahui susunan-susunan dari jumlah yang ada baru bisa dipahami mana yang disebut ta’khir dan apakah itu at-ta’khir.
At-ta’khir menurut bahasa berarti mengakhirkan, Sedangkan menurut istilah ialah : mengakhirkan musnad ileh (mubtada’ dll) dan mendahulukan musnad (khobar, dll ) dalam susunan kalam arab serta adanya tujuan yang sesuai dengan kehendak hati. Contoh : (QS: Al-Baqoroh :8)
 ••   •       
Di dalam mengakhirkan musnad ileh dan mendahulukannya tidak ada aturan khusus, yakni persayaratan tarkib dalam penyusunannya namun susunan tersebut harus memiliki tujuan ma’na, sasaran ma’na yang sesuai dengan kehendak mutakallim, mukhottob, susunan lafadnya.

B. Tujuan-tujuan Mengakhirkan Musnad ileh

Adapun tujuan atau alasan yang menjadikan musnad ileh diakhirkan dan mendahulukan musnad, yaitu :
1. القصر Meringkas musnad pada musnad ileh
Contoh : (QS: 109 : 6)    
Penjelasan contoh : Lafad  (agama) di khususkan pada lafad  (orang-orang kafir), padahal agama yang diikuti oleh orang kafir disini belum tentu sesuai dengan apa yang disampaikan atau dikatakan oleh mukhotob. Bisa jadi orang kafir tersebut mengikuti agama lain selain yang dituduhkan mutakallim )orang yang bicara). Jadi dari keterangan ini seakan-akan orang kafir dikecam Allah telah memeluk agamanya sendiri, yaitu agama nasrani.

2. التنبيه Mengingatkan mukhotob bahwa musnad itu adalah khobar sejak awal dalam keadaan apapun atau tidak menjadi sifat
Contoh : ولكم في الأرض مستقر ومتاع الى حين

له همام لامنتهى لكبارها # وهمته الصغرى أجل من الدهر

Penjelasan contoh : Dari contoh diatas seandainya lafad له همام di rubah atau dibalik menjadi همام له tentu akan menimbulkan salah sangka kalau lafad همام (cita-cita) akan menjadi na’at, karena lafad همام merupakan isim nakiroh sebagai mubtada’yang sangat membutuhkan na’at dibandingkan khobar. Kalau sudah timbul kesangkaan kayak gini maka penyangkaan pemujian dan mengagungkan di dalam hati mukhotob hilang. Padahal tujuan disini adalah berupa pemujian dan pengagungan terhadap همام cita-cita nabi yang tidak pernah habis meskipun besarnya cita-cita.

3. التفاؤل به Mengharap kebaikan atau berkah
Contoh : سعدت بغرة وجهك الأيام # وتزينت بلقائك الأعوام
Penjelasan contoh : Lafad الأيام merupakan musnad ileh yang memang asal mulanya diakhirkan karena susunannya terdiri dari jumlah fi’liyah. Sedangkan lafad سعدت didahulukan agar mendapa berkah , maksudnya hari-hari yang disertai dengan kecerian wajah menggambarkan kebahagiaan atau keberkahan yang akan dijalaninya.

4. التشويقMembuat hati pendengar agar sangat ingin tahu musnad ileh (branta’no musnad ileh)
Contoh : ان في خلق السموات والارض واختلاف الليل والنهار لايات
لاًولى الاباب
Penjelasan contoh : lafad لايات لاًولى الاباب di atas merupakan musnad ileh yang di akhirkan. Untuk jelasnya seandainya lafadان في خلق السموات والارض واختلاف الليل والنهار belum disertai lafad yang لايات لاًولى الاباب maka memunculkan rasa penasaran yang di alami oleh lafad لايات لاًولى الاباب (orang-orang yang memiliki ilmu/hati) karena dalam firman Allah (Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi dan bergantinya siang dan malam) itu menimbulkan perasaan ingin tahu dari mereka (ulil albab).

5. الإنكار والتعجب menurunkan keingkaran dan keheranan bagi mukhotob
Contoh : ؟ أرغيب أنت عن الهتي ياإبراهيم
Penjelasan contoh: Contoh di atas mengandung makna sungguh sangat atau sesuatu yang lebih penting dibandingkan musnad ilehnya didahulukan, seperti أأنت راغب. Contoh itu merupakan keputusan dari keheranan dan keingkaran terhadap kesenangan Nabi Ibrahim terhadap umatnya, padahal umatnya tidak patut disenangi oleh Nabi Ibrahim as.

IV. KESIMPULAN
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam mengakhirkan musnad ileh dalam susunan kalam arab harus memiliki tujuan, yaitu القصر - التنبيه - التفاؤل به التشويق. Tujuan ke empat ini berhungan langsung dengan mutakallim, mukhotob dan susunan lafad itu sendiri, jadi untuk memahaminya membutuhkan perasaan yang menjadikan kecocokan antara perkara yang disampaikan atau dikatakan cocok dengan rasa yang dialaminya.

V. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami susun, kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesempurnaan dari makalah ini. Demi kesempurnaan makalah selanjutnya kami Sebagai pemakalah meminta kritik dan saran yang membangun dari teman-tenan semua. Mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin………..




DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qodir Hamid, Terjemah Jawahirul Maknun, (Al-Hidayah, Surabaya).
Ahmad al-Hasyimi, Jawahirul Balaghoh Fil Ma’ani wal Bayan wal Badhi’, (Dharul Fiqri).

Abdul Aziz Atiq, Ilmu Ma’ani,(Darun nahdhotul Arobiyyah,Bairut : 1405 H – 1985 M).

Syekh Kharis Alaikum Dimyati at-Tirmissi, Al-Jawahirul Maknun Fi ilmil Bayan.

al-majaz

Diposting oleh Unknown

AL-MAJAZ (METAFORA)

Makalah
Disusun Guna Memenuhi
Mata Kuliah : Balaghoh II
Dosen pengampu : bpk. Mahfud Siddiq, M.Pd.i






Disusun Oleh :
Bisri purwanto
(073211015)

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2009
AL-MAJAZ (METAFORA)
I. PENADULUAN
Dasar dan kaidah dalam membaca kitab salaf memang banyak sekali, misalnya ilmu balaghoh. Ilmu balaghoh dalam perkembangannya melalui beberapa tahap yang akhirnya ditentukan dalam bab-bab tertentu, seperti bab yang khusus membahas ilmu ma’ani, bayan dan badi’.
Dari tiga bab di atas khusus bab bayan, mayoritas ahli balaghoh sepakat membagi 3 lingkup kajian yang ada pada ilmu bayan, yaitu tasybih, majaz dan kinayah, namun sebagai pemakalah saya akan membehas tentang sub-sub yang terdapat pada majaz, pembahasan ini meliputi devinisi, macam-macam majaz dan qorinahnya
II. RUMUSAN MASALAH
A. Devinisi Majaz
B. Macam-macam Majaz Serta Qorinahnya

III. PEMBAHASAN
A. Devinisi Majaz
المجاز لغة: التجاوز والتعدّيBerlebihan dan penyalahgunaan
واصطلاحاً: اللفظ المستعمل في غير ما وضع له لعلاقة مع قرينة تمنع يراد المعنى الحقيقي.
Dalam kitab lain dijelaskan, bahwa majaz adalah lafad yang digunakan bukan pada ma’na aslinya atau ma’na semestinya.
Ada 5 rukun dalam majaz, yaitu:
1. Berbentuk kalimat jumlah
2. Ma’na haqiqi yang terdapat dalam kalimat jumlah
3. Ma’na majazi yang digunakan atau dipakai dalam kalimat jumlah yang ke dua
4. Adanya alaqoh : hubungan antara ma’na asli (haqiqi) dengan ma’na (majazi)
5. Adanya qorinah : pertalian antara ma’na haqiqoh dengan ma’na majaz
Contoh:
يجعلون أصابعهم في أذانهم" فإنها مستعملة في غيرما وضعت له لعلاقة أن الأنملة جزء من الأصابعهم فإستعمال الكل في الجزء وقرينة ذالك أنه لايمكن جعل الأصابع بتمامها في أذانهم. dan contoh pada lafad جاء الأسد إلى المسجد” yang artinya: singa telah datang ke masjid. Kalau dilihat dari segi ma’na dan kecocokan lafadnya, lafad الأسد tidak sesuai kalau diberi arti singa, hal ini disebabkan karena adanya alaqoh (الشجاع) dan qorinah / إلى المسجد) sehingga dari jumlah di atas lebih cocok kalau diartikan: laki-laki yang gagah perkasa telah datang ke masjid.
B. Macam-macam Majaz Serta Qarinahnya
Majaz dibagi menjadi dua, yaitu majaz aqli dan majaz lughowi.
المجاز العقلي او المجاز الحكمي هو يجري في الإسناد، بمعنى أن يكون الإسناد إلى غير من هو له عند المتكلم في الظاهرلعلاقة. نحو: (شفى الطبيب المريض) فإن الشفاء من الله تعالى، فإسناده إلى الطبيب مجاز، ويتمّ ذلك بوجود علاقة مع قرينة مانعة من جريان الإسناد إلى من هو له.
المجاز العقلي على قسمين:
الأول: المجاز في الإسناد، وهو إسناد الفعل أو ما في معنى الفعل إلى غير من هو له، وهو على أقسام، أشهرها:
1 ـ الإسناد إلى الزمان، كقوله: (من سرّه زمن سائته أزمان) فإن إسناد المسرّة والاساءة إلى الزمان مجاز، إذ المسيء هو بعض الطواريء العارضة فيه، لا الزمان نفسه.
2 ـ الإسناد إلى المكان، نحو قوله تعالى: (وجعلنا الأنهار تجري من تحتهم) فإنّ إسناد الجري إلى الأنهار مجاز، باعتبار مائها.
3 ـ الإسناد إلى السبب، كقوله: (بنى الأمير المدينة) فإنّ الأمير سبب بناء المدينة لا إنّه بناها بنفسه.
4 ـ الإسناد إلى المصدر، كقوله: (سيذكرني قومي إذا جَدَّ جِدّهم) فإنّ الفعل (جَدَّ) أُسند إلى المصدر: (جِدّهم(مجازاً، لأنّ الفاعل الأصلي هو الجادّ.
الثاني: المجاز في النسبة غير الإسنادية، وأشهرها النسبة الإضافيّة نحو:
1 ـ (جَرْيُ الأنهار) فإنّ نسبة الجري إلى النهر مجاز باعتبار الإضافة إلى المكان.
2 ـ (صومُ النهار) فإنّ نسبة الصوم إلى النهار مجاز باعتبار الإضافة إلى الزمان.
3 ـ (غُرابُ البَين) فإنّه مجاز باعتبار الإضافة إلى السبب.
4 ـ(اجتهاد الجِدّ) مجاز باعتبار الإضافة إلى المصدر.
المجاز اللغوي هو يكون في نقل الألفاظ من حقائقها اللغوية إلى معان أخرىبينها صلة مناسبة.
Dalam buku lain dijelaskakan bahw majaz lughawi adalah: lafad yang digunakan dalam makna yang bukan seharusnya karena adanya hubungan disertai karinah yang menghalangi pemberian makna haqiqi.
Majaz lughowi terbagi menjadi dua, yaitu majaz mursal dan isti’aroh.
Majaz mursal adalah: kalimat yang kaitan antara kedua ujungnya tidak ada persamaan (tasyabbuh). Dengan kata lain bahwa majaz mursal adalah: kata yang dipakai bukan pada makna dasar karena adanya alaqoh yang bukan serupa (musyabahah) disertai adanya indikator yang memncegah untuk menggunakan makna dasar tersebut.
Adapun alaqoh-alaqoh (hubungan antara makna haqiqot dan majaz) daripada majaz mursal sebagai berikut:
1 ـ السببية mengucapkan sebab, sedangkan yang dimaksudkan sebab : كمثل: (رعت الماشية الغيث) أي النبات، إذ الغيث سبب النبات، والقرينة (رعت) .
2 ـ المسببية : mengucapkan musabbab, sedangkan yang dimaksudkan adalah zharaf.
قال تعالى: (وينزل لكم من السماء رزقاً) أي: مطراً، إذ المطر سبب الرزق، والقرينة: الانزال من السماء.
3 ـ الكلية ada kalimat kulli, sedangkan yang dimaksudkan juz’i كقوله تعالى: (يجعلون أصابعهم في آذانهم) أي أناملهم، والقرينة: عدم إمكان إدخال الإصبع بتمامها في الأُذن.
4 ـ الجزئية، ada yang alaqohnya (pertaliannya) tidak tasyabuh, karena kalau diartikan secara harfiyah tidak dapat dimengerti maksudnya
كقوله تعالى: (فتحرير رقبة مؤمنة) أي انسان مؤمن، والقرينة: التحرير.
5 ـ اللازمية/ظرف، بأن يستعمل اللازم في الملزوم، نحو: (طلع الضوء) حيث يراد به الشمس.
6 ـ الملزومية/مظروف، بأن يستعمل الملزوم في اللازم، نحو: (جلست في القمر) أي في ضوئه.
7 ـ الآلتية، alat yang dimaksud ma’lut
قال تعالى: (واجعل لي لسان صدق في الآخرين) بمعنى الذكر الحسن، فإن اللسان آلة للذكر، والقرينة: ان اللسان لا يبقى، ولا ينفع الميت بمجرّده.
8 ـ المقيدية، بأن يستعمل المقيّد في المطلق، نحو: (مشفر زيد مجروح) فإن (المشفر) في اللغة: شفة البعير، فاستعمل في مطلق الشفة، ثم نقل إلى شفة الإنسان وهو زيد.
9 ـ المطلقية، بأن يستعمل المطلق في المقيّد، نحو: (تحرير رقبة) أي رقبة مؤمنة.
10 ـ العمومية، بأن يستعمل العام في الخاص، قال تعالى: (الذين قال لهم الناس) والمراد عبد الله بن مسعود
11 ـ الخصوصية، بأن يستعمل الخاص في العام، نحو: (جاءت قريش) فإن المراد القبيلة، مع أن قريش عَلَم لجدّهم.
12 ـ اعتبار ما كان:mengucapkan sesuatu yang sudah terjadi sedangkakn yang dimaksudkan adalah sesuatu yang sedang terjadi قال تعالى: (وآتوا اليتامى أموالهم) فإنهم كانوا يتامى، وإذا بلغوا الرشد الذي يصح معه إعطاء أموالهم زال عنهم اليُتم.
13 ـ اعتبار ما يكون mengucapkan yang sedang terjadi, sedangkan : yang dimaksudkan adalah sesuatu yang sudah terjadi seperti
قال تعالى: (إنّي أراني أعصر خمراً) أي عصيراً يؤول أمره إلى الخمر، إذ هو حال العصر لا يكون خمراً، ويسمّى(المجاز بالأَول) .
14 ـ المجاز بالمشارفة، وهو كالمجاز بالأَول إلا أن الفرق بينهما كون (الأَوْل) أعم من القريب والبعيد، و(المشارفة) لخصوص القريب، قال صلى الله عليه وآله وسلم: (من قتل قتيلاً فله سلبه) فإن القتيل لا يُقتل، وإنما المراد المشرف على القتل
15 ـ الحاليّةmengucapkan perbuatan (hal), sedangkan yang dimaksudkan adalah mahal (tempat)nya
كمثلي: (أرى سواداً من بعيد)، فإن المراد الذات، والسواد حالّ.
16 ـ المحلّية، بأن يستعمل المحل ويراد الحالّ، قال تعالى: (وسئل القرية) فإنّ المراد أهلها، إذ القرية لا تسئل.
17 ـ البدلية، بأن يستعمل البدل في المبدل منه، كقوله:
تيمَّمنا بماء المزن حتى فــــقدنـاه فقمنا للتراب
والمراد: توضّينا، فإنّ التيمّم بدل عن الوضوء، والوضوء مبدل منه، فاستعمل البدل في المبدل منه.
18 ـ المبدلية، بأن يستعمل المبدل منه في البدل، كقولهم: (أكل فلان الدم) يريدون الدية، فإن الدم مبدل منه.
19 ـ المجاورة، بأن يستعمل المجار في المجاور، كقولهم: (كلمت الجدار) أي الجالس بجنبه.

IV. KESIMPULAN
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, majaz adalah lafad yang digunakan bukan pada ma’na aslinya atau ma’na semestinya. Macam-macam majaz ada dua, yaitu: majaz aqli dan majaz lughowi.
Majaz aqli adalah majaz yang terproses oleh musnadnya, dengan kata lain majaz yang ketetapan hukumnya disandarkan pada isnadnya.
majaz lughawi adalah: lafad yang digunakan dalam makna yang bukan seharusnya karena adanya hubungan disertai karinah yang menghalangi pemberian makna haqiqi.
V. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat penulis sajikan. Penulis telah berusaha keras demi terwujudnya makalah yang sempurna, namun demikian kelemahan disana sini tentulah masih ada. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari para pembaca, sehingga terjadi suatu sinergi yang pada akhirnya membuat pikiran ini bisa lebih disempurnakan lagi di masa yang akan datang. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan kita. Amin...

















DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz atiq, Ilmul Bayan, (Daru An-Nahdotu Al-Arobiyyah, Bairut: 1405 H).

Fadhlu Khasn Abbas, Al-Balaghoh Fununuha Wa-Afnanuna, (Darul Furqon Linnasyri Wattauzi’i, Aman-Al-Ardan).

Imam Akhdhori, Terjamah Jawahirul Maknun, (Alhidayah, Surabaya).

In’am Nawwal Akkawi, Ulumul Balaghoh Al-Badhi’ wal Bayan wal Ma’ani, (darul Kutub Al-Arobiyyah, Bairut:1971).

Khadratu Khafani Bika Nasif dan Muhammad Diyab. dkk, Qowa’i dul Lugoh Al-Arobiyyah, (Al-Maktabah Al-Hidayah, Surabaya).

Mujiyono Nur Kholis, Bahrun abu Bakar. Dkk, Terjamah Al-Balaghotul Wadhihah, (PT. Sinar Baru Algensindo, Bandung: 2005).